TeoriMonistik (Mono = Satu) Teori Monistik berpendapat, bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah satu sumber kejiwaan. Selanjutnya, sumber tunggal manakah yang dimaksud paling dominan sebagai sumber kejiwaan itu timbul beberapa pendapat yang dikemukakan oleh : a. Thomas van Aquino. Sesuai dengan masanya,Thomas Aquino
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Istilah Agama seringkali disamakan artinya dengan istilah religion yang berarti agama. Dalam bahasa Latin juga terdapat religio yang berarti agama, kesucian, kesalehan, ketelitian adalah Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia. Selain itu agama adalah pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber dari kekuatan manusia yang tidak bisa dipungkiri adalah kecenderungan menerima agama. Karena agama apapun yang diturunkan Tuhan ke dunia mempunyai implikasi yang sangat dibutuhkan oleh setiap manusia, seperti ketenangan, ketentraman hidup, bebas dari keresahan dan kegelisahan, selalu membimbing penganutnya kearah kebaikan dan kedamaian. Di dalam ajaran Islam, sumber jiwa keberagamaan manusia diterangkan dalam al-Quran bahwa Allah berfirmanBarang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya tak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati QS. Al-baqarah, 2;8. Dan orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhaan Kami benar-benar akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benr-benar beserta orang-orang yang berbuat baik QS. Al-ankabut, 29;69. Secara garis besar kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi dua bagian; kebutuhan alamiah dan kebutuhan non alamiah, kebutuhan alamiah disebut juga dengan kebutuhan fitrah, suatu kebutuhan bagi setiap manusia dan bersifat azali. Termasuk dalam kebutuhan ini antara lain kebutuhan manusia terhadap yang telah disebutkan di atas, setiap manusia butuh terhadap agama, dengan demikian manusia sekaligus memiliki kecenderungan untuk selalu dekat dengan Tuhan, dengan kata lain manusia membutuhkan Tuhan. Di dalam al-Quran menjelaskan hal tersebut sebagai berikut"Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama Allah; manusia diciptakan Allah dengan membawa fitrah itu QS. Ar-rum, 3030".Secara sederhana dapat digambarkan bahwa setiap agama yang dianut oleh manusia memiliki tujuan pokok, antara lain terpenuhinya kebutuhan akan spiritualitas para penganutnya dan terwujudnya kedamaian di tengah masyarakat. Agama itu pada hakikatnya untuk kepentingan manusia, bukan untuk kepentingan Tuhan, sebab Tuhan tidak memperoleh keuntungan dari penerimaan manusia terhadap agama. Sebaliknya tidak juga menderita kerugian karena penolakan manusia terhadap ajakan agama. Jadi, semua keuntungan atau kerugian yang bersumber dari penerimaan dan penolakan manusia terhadap agama justru kembali kepada diri sendiri. Dari beberapa uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa manusia ternyata tidak bisa mengandalkan apa saja yang telah diciptakannya sendiri. Hal itu tetap saja tidak bisa memberikan ketentraman sejati dalam hidupnya. Manusia masih mengharapkan kepada suatu hal yang transenden atau bisa dikatakan tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Oleh karena itu agama merupakan jalan keluar yang bisa diambil manusia untuk memenuhi kebutuhan akan jiwa spiritualnya. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
TujuanPembahasan Supaya mahasiswa dan para pembaca makalah ini mengetahui tentang arti penting agama bagi manusia. 1 dan Kebutuhan Doktrin Agama ~ Metodologi Studi Islam 19/09/2014 19:44) BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Agama Agama dalam bahasa Arab berarti “Addin” yang artinya kepatuhan,
ArticlePDF Available AbstractThe paper is aimed to know the religion as the need inhuman life, religion as the basic of human need, and religion isfunctioning as the need for human. People need religion as guidance tolive in the world. Religion can be interpreted as a guide of life. Islam isreligion and it has a holly book called Al Qur‟an. It leads people howto live in the world properly. It also leads people how to do good seedsor to avoid bad seeds. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 ISSN 1693-9867 Al-A’raf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsi Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta Penanggung Jawab Abdul Matin Bin Salman Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Pemimpin Redaksi Nurisman Sekretaris Redaksi Tsalis Muttaqin Dewan Redaksi Islah Gusmian Ari Hikmawati Tsalis Muttaqin Waryunah Irmawati Siti Nurlaili Muhadiyatiningsih Kasmuri Syamsul Bakri Redaktur Ahli Mark Woodward Arizona State University, Tempe, USA Mahmoud Ayoub Hatford Theological Seminary, Connecticut, USA Florian Pohl Emory University, Georgia, USA Nashruddin Baidan STAIN Surakarta Damarjati Supadjar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Tata Usaha Heny Sayekti Puji Lestari Gunawan Bagdiono Alamat Redaksi Sekretariat Fakultas Ushuludin dan Dakwah IAIN Surakarta Jl. Pandawa, Pucangan, Kartasura, Sukoharjo 0271 781516 Email Redaksi menerima tulisan ilmiah dari kalangan manapun tanpa mesti sejalan dengan pandangan redaksi. Redaksi berhak menyunting, dan menyempurna-kan naskah tulisan yang diterima tanpa mengubah substansinya. Adapun isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Naskah tulisan berkisar sekitar 15-20 halaman kwarto dengan spasi ganda dalam bentuk disket dan print out-nya. Naskah disertai abstrak dalam bahasa asing Arab atau Inggris. AGAMA DAN MANUSIA Wardoyo, Drs. M. M Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, IAIN SURAKARTA Abstract The paper is aimed to know the religion as the need in human life, religion as the basic of human need, and religion is functioning as the need for human. People need religion as guidance to live in the world. Religion can be interpreted as a guide of life. Islam is religion and it has a holly book called Al Qur‟an. It leads people how to live in the world properly. It also leads people how to do good seeds or to avoid bad seeds. Keyword Religion, people A. PENDAHULUAN Dewasa ini kebutuhan mausia beragam. Macam-macam kebutuhan ada kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi sekarang juga dan harus ada tidak boleh diabaikan. Dengan demikian juga termasuk kedalam agama sebagai kebutuhan mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia adalah agama sebagai kebutuhan primer adalah kebutuhan yang harus ada, jadi tidak bisa tidak ada, merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan sehingga kebutuhan itu harus dipenuhi, maka selalu melekat dalam kehidupan manusia. B. METODE PENELITIAN Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan kualitatif yang bertujuan untuk membahas bahwa agama sebagai dasar dan fungsi kebutuhan mutlak manusia. C. PEMBAHASAN 1. Agama sebagai Kebutuhan Mutlak dalam Kehidupan Manusia Di dalam perilaku manusia dalam masyarakat tentu ada dua penilaian, manusia itu merupakan makluk yang ingin berbuat baik, tetapi karena pengaruh lingkungan maka manusia itu akan berbuat sesuai dengan pengaruh lingkungan, walaupun unsur yang ada dalam 82 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 dirinya sendiri untuk berbuat baik tidak dapat ditinggalkan, sehingga perilaku manusia merupakan perpaduan antara pengaruh dari dalam yaitu pengaruh hati nurani dan pengaruh dari luar yaitu alam lingkungan itu sendiri. Maka keputusan akan manusia perpaduan antara tuntutan agama dengan pengaruh dari lingkungan. Baik buruk manusia dalam perilaku agama dapat juga dipakai sebagai sarana yang tidak bisa ditinggalkan dalam mencapai kehidupan diri sendiri maupun kehidupan manusia atau golongan. Sebab perbuatan baik dalam agama dapat menunjang kehidupan manusia dalam kehidupan baik berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka aturan tentang baik buruk agama, manusia dan masyarakat merupakan kebutuhan yang dapat menunjang untuk mencapai kehidupan manusia yang lebih baik. 1. Aspek-Aspek Agama dalam Kehidupan Manusia Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa manusia dapat menentukan dirinya dalam tindakannya itu apakah ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan baik yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah bertentangan dengan Tuhan. Maka agama agama seseorang berperasaan di dalam menentukan baik buruknya tindakan yang dilakukan, maka perlulah di dalam kehidupan manusia mempunyai segi pandangan agama agama, sehingga keseluruhan dari jumlah penduduk yang ada dalam suatu wilayah atau Negara benar-benar menyadari akan perlunya mempunyai pengalaman akan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan hati nurani manusia. Dengan demikian kesadaran manusia keseluruhan dari jumlah penduduk benar-benar tumbuh dengan subur agar dapat menentukan perbuatan yang sesuai dengan kehendak agama, apakah perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Dengan demikian akan terlihat hakekat agama dari keseluruhan jumlah penduduk yang bertempat tinggal dalam satu wilayah atau Negara tertentu sehingga dapat menunjang cita-cita dari keseluruhan jumlah penduduk tersebut. Kehidupan yang baik merupakan cita-cita dari jumlah penduduk itu begitu diperlukan, sehingga seandainya agama dari keseluruhan jumlah penduduk itu selalu menentukan perbuatan yang buruk, maka hal itu tidak dapat menunjang untuk kehidupan orang banyak. Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, yogyakata 1962, Hlm. 385 Wardoyo, Agama dan Manusia 83 Manusia dalam tindakan sehari-hari dapat dijadikan sebagai cermin daripada akal yang bersendi dalam agama masing-masing. Walaupun manusia di dalam melakukan tindakan mempunyai kesadaran agama yang begitu tinggi tergantung dari kebiasaan seseorang atau adat kebiasaannya. Karena itu dapat kita kemukakan bahwa “Sebelum mengadakan tindakan kata agama sudah memutuskan satu diantara empat hal yaitu memerintah melarang, menganjurkan, dan membiarkan. Sesudah melakukan tindakan, kata agama menjatuhkan sanksi, bila beragama memberikan penghargaan, dan bila tidak beragama memberi hukuman. Atas penilaian tersebut di dalam hal-hal yang baik menjelma dalam bentuk senang, bahagia, dan bangga. Sedang dalam hal tidak baik menjelma dalam bentuk sedih tau menyesal”.Berdasarkan hal itu kita mendapatkan gambaran bahwa manusia dalam melakukan agama sudah merupakan keputusan dari kata hati, karena sebelumnya kata hati sudah memutuskan dengan pertimbangan empat hal yaitu memerintah, melarang, menganjurkan, dan membiarkan, sehingga dengan empat hal itulah manusia dapat menentukan tindakan apakah tindakan itu baik sesuai agama ataukah tindakan itu buruk tidak sesuai agama dan apakah tindakan itu agamais atau tidak agamais. Oleh sebab itu, kata hati yang agamais juga memberikan penilaiannya. Akan tetapi, hal itu hanya akan dirasakan oleh seseorang yang melakukan tindakan itu karena tindakan yang tidak diberikan penghargaan namun dicela, akan tetapi tindakan yang beragama tentu diberikan penghargaan, sedangkan kedua hal itu akan menjelma dalam bentuk-bentuk tertentu, misalnya dalam tindakan yang tidak beragama penjelmaannya dalam bentuk sedih, menyesal dan lainnya sebagainya, sedangkan tindakan yang beragama akan menjelma dalam rasa bangga dan senang. Dengan demikian dapat kita ketahui dalam penjelmaan merupakan bagian dari salah satu unsur dari kehidupan manusia yaitu rasa senang, bangga dan penyesalan, rasa sedih hal itu bertentangan dengan unsur-unsur dalam kehidupan manusia yang beragama. Maka di dalam menunjang kehidupan beragama memerlukan perbuatan yang beragama, karena perbuatan yang beragama merupakan keputusan dari hati nurani, sehingga akan dapat menentramkan situasi dan kondisi dalam masyarakat tertentu yang mana kesadaran agama selalu berhubungan Tuhan dengan keadaan kejiwaan manusia, karena itu akan selalu mendekati kebaikan dan berbuat yang benar, bertindak yang adil. Oleh karena itu, seseorang yang beragama dalam mengambil Ibid. 128 84 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 keputusan untuk bertindak akan selalu mendekati kebaikan dan kebenaran, serta keadilan. Dengan demikian dapat kita melihat bagaimana fungsi agama dalam kehidupan manusia, apakah dalam hal kebenaran dan kebaikan serta keadilan merupakan suatu hal yang tidak dapat ditinggalkan dan apakah memang menjadi salah satu bagian untuk mencapai kehidupan yang layak yang di dunia dan di akhirat. Masalah kebaikan, kebenaran, dan keadilan akan selalu mendekat pada unsur kejiwaan manusia. Unsur-unsur kejiwaan itu merupakan bagian dari salah satu unsur pokok dalam pemenuhan kebutuhan yang bersifat rohaniah. Maka unsur kejiwaan dapat menentukan tentang mampu dan tidaknya di dalam memenuhi rohaninya sendiri dalam mana kepuasaannya itu juga tergantung daripada unsur kejiwaan, sehingga unsur kejiwaan manusia itulah yang dapat menentukan apakah dapat memenuhi kebutuhan rohaninya itu secara layak sesuai dengan harkat kemanusiaannya. Dengan demikian dapatkah kita kemukakan bahwa “Perbuatan yang beragama yang harus terlihat padanya secara mutlak dan esensial sifanya. Manusia yang serba baik dan serba bisa itu masih harus mempertahankan norma agama, dan manusia hanya akan tidak baik sebagai manusia bilamana manusia itu tidak mematuhi norma agama. Oleh sebab itu, norma agama mutlak dipertahankan bahkan agama itu sebagai miliknya yang dipakai sebagai kelengkapan hidup”.Berdasarkan hal itu dapatlah kita mendapat gambaran bahwa agama merupakan teman hidup yang tidak dapat dipisahkan, bilamana manusia dapat memisahkan dari kehidupan, manusia itu dalam dirinya sendiri sudah tidak dapat mempertahankan nilai-nilai kemanusiaanya. Dalam kehidupan sehari-hari masalah agama tidak dapat lepas dengan sendirinya norma agama selalu mengikuti perkembangan kehidupan manusia baik dalam kehidupan secara individu maupun dalam kehidupan sosialnya, maka barulah manusia di dalam pergaulannya mempunyai kehendak untuk mempertahankan nilai-nilai agamanya, sehingga nilai agama itu benar-benar dapat meresap dalam hati sanubarinya masing-masing, dan di dalam pergaulan betul-betul menyadari akan perlunya adanya kesadaran terhadap agama baik secara pribadi berdiri sendiri maupun secara kelompok. Dengan demikian baik secara pribadi maupun kelompok akan tumbuh kesadaran agamanya, sehingga mempunyai anggapan bahwa kesadaran agama tidak lain adalah di dalam diri manusia baik secara pribadi maupun Achmad Sutrisno Hudoyo, Etika Filsafat Praktis, Yogyakarta, 1980, Hlm. 14. Wardoyo, Agama dan Manusia 85 kelompok merasa wajib untuk nelakukan tindakan yang beragama, sehingga tindakan itu dapat sesuai hati nurani dari masing-masing pribadi maupun kelompok. Maka perasaan wajib akan selalu berkembang sesuai kejiwaan dari manusia sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Oleh sebab itu, perasaan wajib dapat dipakai sebagai unsur dari kesadaran agama. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa “Norma agama melekatkan wajib di pundak manusia tanpa syarat mutlak; misalnya ada sesuatu perintah jangan engkau membunuh, hal itu bukan dimaksud sebagai imperaktif bersyarat melainkan sesuatu hal yang memang sudah mutlak tidak bersyarat”.Berdasarkan hal itu bahwa norma agama berlakunya dengan syarat apapun sehingga manusia tanpa terkecuali dapat dikenai oleh norma agama yang mana norma agama timbul sejak manusia lahir, karena norma agama itu merupakan keputusan dari hati sanubari manusia yang akan dipakai untuk mempertahakan harkat kemanusiaannya. Sehingga norma agama itu secara individu maupun secara kelompok tanpa mempunyai syarat yang harus dipenuhi oleh setiap manusia. Dengan demikian norma agama itu akan mempunyai ruang lingkup yang dalam kenyataanya tidak mempunyai batas dan selalu berada di atas perilaku kehidupan manusia. Dapat juga dinamakan suatu norma yang mempunyai sifat tetap tidak berubah dalam kenyataannya. Dengan demikian norma agama itu selalu berkaitan dengan perilaku kehidupan manusia. Sebab tidak dapat dipisahkan dan selalu dalam waktu yang selalu bersamaan. Maka dapatlah kita kemukakan bahwa “Norma agama mempunyai kenyataan atau realitas yang termasuk aktif, objektif, bahkan transenden. Ia mendalam suatu realitas dalam arti ideal. Pengertian realitas mengandalkan kaitan-kaitan bersama. Mereka tidak dalam keadaan terlepas satu sama lain melainkan bertalian satu sama lain”.Dengan demikian dapatlah kita ketahui bahwa norma agama berada di atas setiap perilaku kehidupan manusia. Dalam kehidupan manusia itu selalu berhubungan dengan segala aspek-aspeknya di dalam aspek itu akan dapat mencapai suatu mencapai suatu tujuan bersama yang selalu didambakan dalam kehidupannya baik secara pribadi maupun secara kelompok. Dengan demikian norma agama akan selalu mengikuti segala gerak-gerik perkembangan kehidupan manusia mempunyai kewajiban mengatur dan memerintahkan agar melalui De Vos H. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, Hal. 42. Ibid. Hlm. 45. 86 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 jalan yang baik sehingga akan dapat mencapai arah yang ingin dituju daripada kehidupannya itu. Oleh sebab itu, norma agama dapat memberikan arah dan pandangan kepada setiap manusia, karena manusialah yang ingin mencapai kehidupan itu sendiri memerlukan arah yang baik pada hal yang dapat menentukan dan memberikan arah, sehingga dapat terwujudnya kehidupan, baik kehidupan yang bersifat individu maupun keseluruhan dari individu yang bertempat tinggal dalam satu wilayah Negara. 2. Implikasi Agama dalam Kehidupan Manusia Agamaitas dapat disebutkan sebagai agama bagi tingkah laku manusia, yaitu untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk, oleh sebab itu dapatlah diketahui bahwa tindakan yang bertentangan dengan norma adalah tindakan yang tidak beragama, sedang tindakan yang tidak bertentangan dengan norma itu adalah tindakan yang beragama. Dengan dekimian norma agama dapatlah diperuntukkan kepada semua masyarakat di dalam masyarakat itu dapatlah dilihat dari tindakannya, jika di dalam masyarakat yang anggota masyarakatnya tidak selalu mentaati norma agama atau selalu bertentangan dengan norma agama, maka akan dapat membawa masyarakat itu norma agama dapat bersifat empiris. Sehingga dalam hubungannya dengan kehidupan manusia dapatlah dikatakan bahwa manusia terdiri dari beberapa masyarakat yang mempunyai arah dan pandangan sama. Dengan demikian kehidupan manusia memerlukan suatu norma yang dapat mengatur perilaku manusia dalam masyarakat yang mana angota dari masyarakat itu saling dapat tercapai cita-citanya. Dalam mencapai cita-cita itu diperlukan manusia yang betul-betul dapat menggunakan agamanya baik secara pribadi maupun bersama-sama dalam kelompoknya. Dengan demikian dalam kehidupan manusia itu betul-betul manusia mengerti akan penggunaan norma agama agar dapat menyadari bahwa untuk mencapai kehidupan itu diperlukan unsur agama itu dapat membedakan tindakan yang baik dan buruk berdasarkan norma yang berlaku dalam masyarakat masing-masing. Norma agama yang berlaku dalam masing-masing masyarakat itu kadang dapat bersifat tetap dan kadang-kadang bersifat tidak tetap tergantung daripada penggunaanya, serta harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam masyarakat itu. Dengan demikian akan terciptalah masyarakat beragama dalam arti norma agama itu betul-betul dihayati dan dilaksanakan berdasarkan keputusan hati nurani dari anggota masyarakat itu, karena hati nurani dapat memberikan Wardoyo, Agama dan Manusia 87 petunjuk-petunjuk sebelum manusia melakukan tindakan dan juga dapat memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan itu serta kadang-kadang memberikan hukuman baik itu bersifat non pribadi atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa “Kata hati sebagai indek petunjuk iuduk hakim dan vindek penghukum. Sebagai induk karena kata hati dapat memberikan petunjuk tentang baik buruk suatu tindakan yang mungkin akan dilakukan seseorang. Indek karena sesudah tindakan dilakukan kata hati lalu menentukan baik buruknya tindakan. Kata hati sekaligus sebagai vindek penghukum karena jika ternyata tindakan itu buruk maka dinyatakan dengan tegas dan berulangkali buruklah itu”.Dengan gambaran di atas dapatlah kita ketahui bahwa begitu pentingnya peranan kata hati, disatu pihak dapat memberikan hukuman. Atas dasar itulah peranan kata hati yang bersifat ganda alam selalu melekat dalam setiap manusia yang mana manusia itu bagian dari manusia. Sehingga untuk itulah kata hati dari manusia akan mempunyai peranan yang sama dengan kata hati dari manusia pribadi. Maka kata hati dari manusia itu dapat juga memberikan petunjuk di dalam manusia akan melakukan tindakan dan sesudah manusia akan melakukan maka memberikan keputusan tentang baik buruknya tindakan dari manusia itu serta akan memberikan hukuman jika tindakan dari manusia itu buruk dan akan memberikan penghargaan jika tindakan dari manusia itu baik. Jika peranan kata hati begitu maka kata hati itu juga dapat menentukan apakah manusia itu dapat memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini kata hati memberikan petunjuk supaya dapat memenuhi kebutuhannya dengan layak sesuai dengan hakekat kemanusiaannya. Untuk memenuhi kebutuhan itu kata hati juga memberikan keputusan tentang jalan yang ingin dilakukan ataukah jalan yang sudah dilakukan untuk menentukan apakah jalan yang dilakukan itu melalui jalan yang baik atau yang buruk, dan kata hati juga memberikan penghargaan jika melalui jalan yang tidak baik maka kata hati memberikan penyesalan, dalam hal itu kata hati memberikan dalam bentuk rasa senang dan rasa bangga jika melalui jalan yang baik dan memberikan penghargaan dalam bentuk sedih, menyesal jika melalui jalan yang tidak baik. Dengan itulah manusia di dalam ingin mencapai kehidupan juga memerlukan norma yang berupa norma agama karena manusia agar mempunyai kesadaran agama yang tinggi sehingga dapat menentukan Ibid. Hlm. 38 88 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 dengan pasti untuk menentukan tindakannya. Dengan kesadaranyang terdapat dalam manusia itu maka kehidupan itu maka kehidupan tidak dapat lepas dari unsur agama seseorang. Karena kehidupan itu kepentingan manusia baik secara individu maupun sosial. Norma agama dapat mengatur manusia secara pribadi maupun secara kelompok dengan demikian manusia pun berada di bawah norma agama dengan sendirinya hati nurani dari manusia itu memerintahkan untuk berbuat yang sesuai dengan kehendak kata hati dengan berdasarkan kesadaran agama yang sesuai dengan kebiasaannya. Maka dapatlah kita kemukakan bahwa “Kadar agamaitas yang intingtif terwujud pula dalam perilaku yang intingtif. Sedangkan agamaitas yang berdasarkan adat kebiasaan terwujud pada perilaku yang senantiasa bercorak kemasyarakatan ke adat kebiasaan atau tradisional. Agamaitas yang berdasarkan atas kata hati atau hati nurani terwujud pada perilaku yang bercorak kenuranian”.Dengan dasar itu maka kadar agamaitas manusia yang bercorak kemasyarakatan akan berdasarkan pada adat kebiasaan atau tradisional. Oleh sebab itu, agamaitas manusia betul-betul akan kelihatan di dalam perilaku kehidupannya untuk menunjang kehidupan. Maka di dalam memenuhi kebutuhan manusia itu jika didasarkan pada intingtif akan terwujud kebutuhan itu bersifat intingtif akan terwujud pula di dalam perilaku untuk memenuhi kebutuhan itu bersifat intingtif. Sedang jika manusia dalam memenuhi kebutuhan bercorak kenuranian, maka kadar agamaitas akan didasarkan pada kata hati atau hati nurani. Maka di sini dapatlah kita golongkan menjadi tiga hal mengenai kadar agamaitas antara lain a. Kadar agamaitas yang berdasarkan intingtif; b. Kadar agamaitas yang berdasarkan adat kebiasaan; dan c. Kadar agamaitas yang berdasarkan hati nurani. Manusia di dalam setiap perilaku kehidupannya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari tentulah didasarkan pada ketiga hal di atas baik yang bersifat individu maupun yang bersifat sosial di dalam kehidupan itu tidak dapat lepas dengan masalah kepuasaan. Mengenai kepuasaan baik yang bersifat jasmani maupun ruhani, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk sosial tidak akan dapat sama, sehingga dapat dikatakan bersifat realatif karena di dalam memenuhi kebutuhan itu didasarkan harkat kemanusiaan masing-masing. Dengan demikian masalah kehidupan juga bersifat relatif dari sifat relatif yang didasarkan Ibid. Hlm. 16. Wardoyo, Agama dan Manusia 89 pada masing-masing individu tapi mempunyai unsur yang sama yang tidak dapat ditinggalkan di dalam mencapai kehidupan itu yakni unsur alam, unsur manusia, dan unsur nilai. Ketiga unsur itu selalu melekat, sehingga merupakan hal yang tidak dapat ditinggalkan dan merupakan hal yang bersifat umum. Di samping unsur yang mendasari untuk mencapai kehidupan maka ada beberapa hal yang merintanginya, hal-hal merintangi itu kadang-kadang berasal dari luar dan ada yang berasal dari dalam. Oleh sebab itu, hal-hal yang merintangi harus dapat diatasi oleh manusia. Hal-hal yang merintangi itu dapatlah kita kemukakan bahwa a. Rintangan dari luar manusia, misalnya bahaya, paksaan, dan ancaman. b. Rintangan dari dalam diri sendiri yang dapat dibagi atas dasar jasmaniah dan dasar rohaniah/kejiwaan. Dengan demikian kita mendapat gambaran bahwa untuk mencapai kehidupan mendapat rintangan yang berasal dari luar manusia, berupa ancaman dan paksaan hal itu dapat menganggu keamanan sehingga ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman kurang terjamin pada hal ketentraman merupakan bagian dari kehidupan yang harus dicapai. Mengenai rintangan dari dalam diri manusia sendiri yang didasarkan unsur jasmaniah harus diatasi oleh manusia yaitu dengan mengatasi semua kebutuhan dan memenuhinya sesuai dengan harkat kemanusiaannya, misalnya mengenai perumahan, sandang, pangan, dan sebagainya. Mengenai rintangan yang didasarkan rohani/kejiwaan dapat diatasi dengan memenuhi kebutuhan yang bersifat kejiwaan sesuai dengan harkat kemanusiaan, misalnya kebutuhan sex. 3. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia Norma agama dimaksudkan untuk membedakan tindakan seseorang apakah baik atau buruk. Dengan agama itulah dapat ditentukan tindakan yang beragama atau tidak beragama. Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dengan manusia yang lain dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh sebab itu, di dalam perilaku kehidupannya selalu timbul penilaian baik dari diri sendiri maupun dari masyarakat tentang baik buruknya tindakan itu. Nilai tentang baik buruk itu ditentukan oleh diri sendiri maupun oleh masyarakat. Dengan demikian norma agama itu datang dari hati nurani masyarakat kadang-kadang yang ada yang sama. Walaupun Ibid. Hlm. 20 90 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 begitu secara filsafat ingin mencari unsur yang sama untuk setiap agama dari beberapa masyarakat, agar dapat memperoleh suatu patokan yang dapat dipergunakan sebagai kriteria yang bersifat umum. Dengan kriteria yang bersifat umum itulah maka norma agama mempunyai pekerjaan untuk memberikan penilaian kepada semua tindakan seseorang dalam masyarakat. Mengenai penilaian itu ada yang positif/negatif dan baik/buruk. Kehidupan manusia, dalam hubungannya dengan fungsi agama, maka mempunyai kewajiban merupakan penilaian terhadap tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan. Tentu saja tindakan seseorang itu dapat memenuhi kebutuhan secara langsung sesuai dengan harkat kemanusiaan. Dengan demikian tentang nilai baik buruk dari tindakan itu ditentukan oleh norma agama, apakah seseorang dalam berkehendak atas tuntunan hati nurani untuk mencukupi kebutuhan itu telah melaui jalan yang baik atau melalui jalan yang tidak baik, atau jalan yang positif dan tidak positif. Hal itu akan ditentukan oleh norma-norma sehingga akan dapat ditentukan kadar agamaitas. Walaupun kadar agamaitas itu didasarkan dari beberapa hal yang selalu melekat pada manusia sendiri tetapi hal itu dapat dipakai sebagai titik tolak untuk dipakai ke arah yang lebih maju. Oleh sebab itu, dapatlah kita kemukakan bahwa “Secara positif norma agama dianggap sebagai norma yang dapat menentukan dalam menyatakan penilaian terhadap baik atau buruknya seseorang. Harus selalu dilaksanakan, walaupun barang kali tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang lebih faktual dan yang lebih tergantung dari situasi dan keadaan. Secara negatif norma tersebut dianggap tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya”.Berdasarkan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa norma agama dapat menentukan nilai dari tindakan seseorang walaupun dalam pelaksanaan tidak sesuai dengan peraturan yang secara nyata ada dan norma agama tidak dapat memaksakan dirinya untuk dilaksanakan akan tetapi didasarkan atas kesadaran dari masing-masing orang. Walaupun norma agama dapat diubah karena secara formal norma tersebut tertulis. Dalam hubungannya dengan kehidupan manusia norma agama kewajiban memberikan dan menentukan penilaiannya, maka setiap orang dapat diberikan penilaiannya di dalam tindakannya untuk Ibid. Hlm. 22 Wardoyo, Agama dan Manusia 91 mencapai kehidupan. Tentu saja nilai itu tergantung dari jalan yang dilalui untuk memenuhi kebutuhannya. Mungkin jalan yang dilakukan itu secara pribadi dapat dianggap baik, tapi berdasarkan masyarakat dapat dikatakan buruk. Karena individu sebagai anggota dari masyarakat dan jika didasarkan pada teori atomisme maka jika individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik. Kalau didasarkan dari teori itu jika norma telah menggangap bahwa individu telah dianggap telah melalui jalan yang baik, maka keseluruhan masyarakat itu juga dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik, tapi jika didasarkan pada teori totalitas maka jika keseluruhan dari anggota masyarakat telah dianggap melalui jalan yang baik maka masing-masing dari anggota tersebut juga telah dianggap melalui jalan yang baik. Kalau kita diterapkan teori totalitas tersebut dalam kehidupan maka masing-masing dari individu dapat dianggap dalam mencapai kehidupan telah melalui jalan yang baik. Tentu saja dalam memberikan penilaian itu memakai beberapa pertimbangan dan di dalam pertimbangan itu dibedakan menjadi berapa hal. Sehingga dapatlah kita kemukakan bahwa a. Pertimbangan terhadap kewajiban agama. Didalam etika normatif agama ini terdapat istilah mengenai suatu tindakan tertentu atau jenis tindakan yang secara agama dapat wajib/tidak wajib dan dapat betul atau salah serta harus/tidak harus. b. Pertimbangan terhadap nilai agama. Dalam etika normatif ini terdapat istilah yang selalu bersangkutan pada pribadi-pribadi, dorongan-dorongan, maksud-maksud, ciri-ciri untuk watak yang dapat bernilai atau tidak mempunyai nilai dalam arti agama tentang baik buruk, jahat-tidak jahat, mengagumkan, suci, bertanggungjawab, kesemuanya dalam arti agama. c. Pertimbangan terhadap nilai yang non agama. Apa saja yang dapat dinilai termasuk dalam kategori ini, misalnya bagus, sehat, kuat, pendiam, berguna, jarak, dan hal ini diatas dapatlah kita mendapat gambaran bahwa memberikan penilaian terhadap suatu tindakan dapatlah mengingat beberapa hal yaitu; keajaiban agama, nilai agama, nilai yang non agama. Dalam kaitannya kehidupan manusia, hal ini untuk memberikan penilaiaan tertentu saja harus mengingat apakah tindakan dari manusia untuk mencapai kehidupan itu termasuk kewajiban Foankena William K., Ethich, New Jersey, Prentico Hll. Inc.,1973, Hlm. 9. 92 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 agama atau tidak maka dapat kita melihat dengan didasarkan pada ciri-ciri bahwa suatu tindakan itu dapat dikatakan wajib atau tidak wajib, betul/salah dan harus/tidak harus. Maka kalau menentukan tindakan seseorang dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari agar dapat mencapai kehidupan. Misalnya si A harus mengembalikan uang pinjaman kepada si B, ini merupakan suatu tindakan yang dapat digolongkan dalam pertimbangan kewajiban agama. Dalam pertimbangan yang lain untuk menentukan penilainya itu atas dasar di atas yakni pertimbagan tentang nilai agama , maka dalam hubungannya dengan ketentraman manusia, apakah dalam tindakan manusia untuk mencapai kehidupan itu telah melalui jalan yang dapat digolongkan nilai agama atau tidak. Oleh sebab itu, maka dapatlah kita melihat ciri-cirinya yakni baik/buruk, jahat/tidak jahat. Tanggugjawab yang semuanya termasuk dalam arti agama. Dengan demikian tindakan seseorang untuk mencapai kehidupan itu apakah telah dapat digolongkan dalam kategori nilai agama. Misalnya dalam masalah keamanan, hal itu untuk mencapai kehidupan, maka ada perintah janganlah engkau mencuri uang itu, maka perintah itu merupakan kalimat perintah yang mempunyai nilai agama. Dalam pertimbangan yang ketiga ini mengenai nilai non agama berkaitan dengan kehidupan manusia maka apakah seseorang dalam tindakannya untuk mencapai kehidupan dapat digolongkan dalam kategori nilai yang non agama. Untuk menentukan hal itu harus kita lihat ciri-ciri dalam tindakan yang tidak beragama yaitu sehat, kuat, dan cantik. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, tindakan manusia itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama. Misalnya si A badannya begitu sehat, sehingga dapat menyelesaikan pekerjaannya. Kalimat itu ada kata sehat, sehat itu merupakan unsur juga dalam mencapai kehidupan, tetapi kata yang terdapat dalam kalimat itu dapat dikategorikan dalam nilai yang non agama. Dengan demikian dapatlah kita uraikan secara singkat bahwa fungsi agama dalam kehidupan manusia yakni memberikan suatu penilaiaan apakah tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai kehidupan dapat diberikan penilaiaan baik-buruk, yang secara positif ditentukan dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yakni kewajiban agama, nilai agama, dan nilai non agama. Wardoyo, Agama dan Manusia 93 4. Agama sebagai dasar Kehidupan Manusia. Sebagaimana yang kita ketahui dasar berarti sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen. Sesuatu yang dapat dipakai sebagai alas. Dengan demikian yang dimaksud dasar dalam kehidupan adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen atau alas dalam kehidupan masyarakat. Jika dalam hal ini kesesuaian sebagai dasar dalam kehidupan manusia yang dimaksud adalah agama itu dipandang, sebagai sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, kesesuaian selalu melekat dalam kehidupan manusia baik dalam kehidupan yang bersifat pribadi maupun sebagai anggota dari pada rakyat. Dengan demikian tindakan atau perbuatan manusia selalu diikuti oleh norma-norma agama yang berlaku dalam masyarakat dimana manusia itu dalam perilaku kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota dewan masyarakat. Oleh sebab itu, ada dua hal yang perlu kita ketahui yaitu a. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia b. Pentingnya kesusilaan dalam kehidupan agama. 1. Kebahagiaan sebagai tujuan akhir dari kehidupan manusia. Kebahagiaan merupakan hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yang bersifat abstrak, tetapi hal yan bersifat abstrak itu oleh manusia ingin diwujudkan kedalam dunia yang nyata. Walaupun dalam prosesnya memahami banyak rintangan-rintangan yang harus dihadapi dan harus diselesaikan. Namun manusia dalam kehidupan sehari-hari mempunyai sesuatu yang dapat juga disebut tujuan. Oleh sebab itu, tujuan tersebut pasti diarahkan demi kebaikan hidupnya. Karena agama dapat memberikan perintah terhadap perilaku manusia dalam kehidupannya tentang baik, maka dengan sendirinya jelas bahwa tingkah laku manusia adalah baik dan benar jika tingkah laku itu sependapat mungkin menyampaikan manusia ke arah kesempurnaan kebaikan. Setiap manusia dalam perilaku kehidupannya pasti mempunyai tujuan hidup, sehingga agama dalam hal ini melihat masalah kebaikan dalam lapangan merupakan tinjaun jarak pendek, karena langsung dapat dirasakan manusia setelah berhasil dalam bertindak. Sebagai contoh; keberhasilan seseorang dalam berdagang yaitu dapat memperoleh laba yang banyak, hal itu dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia. Sedangkan tujuan akhir mausia untuk kepentingan akhirat/sesudah di dunia ini merupakan tujuan jangka panjang tidak dapat langsung dirasakan oleh manusia di dunia ini. Sebagai contoh; dalam beribadah, manusia melakukan sembahyang, dalam melakukan sembahyang manusia itu mempunyai tujuan untuk mendapatkan 94 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 pahala dari Tuhan. Tetapi pahala tersebut tidak dapat langsung dirasakan oleh manuisa setelah bertindak, namun akan dirasakan dalam kehidupan di akhirat. Dalam kehidupan manusia tentu mempunyai tujuan akhir, karena tujun akhir dapat dipakai sebagai arah yang ditempatkan dipuncak dari suatu tindakan demi untuk kebaikan hidupnya. Kalau didasarkan pada etika agama sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat umum dalam arti berlaku untuk semua manusia. Semua manusia dalam usahanya mempunyai tujuan akhir yang sama dan akan didasarkan pada suatu tingkah laku yang membuat baik bagi manusia. Dalam memberikan uraian mengenai tujuan akhir dari manusia kita sebut seorang filsuf ada jaman Yunani Kuno yaitu Aristoteles. Menurut Arisoteles dikatakan bahwa tujuan akhir atau yang tertinggi ialah kebahagiaan. Dengan demikian setiap aktifitas manusia, terarahkan kepada tujuan, misal seorang dokter mengarah kepada kesehatan. Dikatakan bahwa kabahagiaan dapat ditempuh dengan berbagai cara. Misalnya; orang kalau baru sakit mempunyai harapan buat sembuh sehingga ia mendapatkan kesehatan yang diharapkan. Orang tersebut menggangap kesehatan merupakan sehat. Ada juga jika orang dalam usahanya baru berhasil dengan baik dan lalu bisa jadi kaya, orang tersebut menyetarakan bahwa kekayaan merupakan kebahagiaan, untuk menjawab pertanyaan itu disini kita ambilkan pendapat dari Aristoreles bahwa Kebahagiaan harus disamakan dengan suatu aktifitas, bukan dengan potensialitas, karena aktifitas mempunyai potensi. Suatu makhluk mendapat suatu kesempurnaannya bukan karena potensi saja melainkan karena potensi sudah mencapai contoh atau uraian diatas kita mendapat gambaran bahwa aktifitas manusia untuk mencapai kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manusia saja jadi tidak dapat dicapai dalam makhluk yang lain. Dengan demikian kebahagiaan yang sempurna manusia itu terdapat pada manusia saja maka kesempurnaan manusia itu dapat terwujud dalam dunia kenyataan jika manusia itu dapat menggunakan serta malaksanakan aktifitasnya sesuai dengan keputusan akalnya. Jika manusia tidak dapat melaksanakan aktifitasnya itu sesuai dengan keputusan akal, maka manusia itu tidak dapat mecapai kebahagiaan yang sempurna, maka kebahagiaan hanya dapat dicapai oleh manuisa dengan jalan kebaikan dalam menjalankan aktifitasnya. Ibid. Hlm. 161 Wardoyo, Agama dan Manusia 95 Walaupun demikian aktifitasnya itu harus masih disesuaikan dengan situasi dan kondisinya masing-masing, sehingga kebahagiaan itu merupakan sesuatu yang bersifat stabil. Jika kebahagiaan itu terlekat pada manusia maka kebahagiaan adalah merupakan suatu keadaan manusia yang bersifat stabil. Maka kebahagiaan merupakan suatu keadaan yang bersifat tetap yang hanya dapat ditemukan pada makhluk yang berbudi, karena makhluk yang berbudi itulah mempunyai keinginan dan keinginan itu hanya dapat dipenuhi dalam makhluk yang berbudi. Manusia menurut sifat kodratnya merupakan makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, oleh karena itu kebahagiaan manusia mendapat bersifat objektif dapat bersifat subjektif. Bagaimana yang dimaksud kebahagiaan subjektif dan kebahagiaan objektif? Maka dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat. Setiap manusia dalam perilakunya kadang-kadang dirinya merasa tidak merasa puas terhadap situasi dan kondisi dialamnya, sehingga ia merasa gelisah, merasa keinginannya yang akan dicapai sudah dapat dirasakan, maka seseorang itu dikataan bahagia. Dapatlah kita ketahui bahwa setiap manusia ingin mencapai tujuan hidup yaitu kebahagiaan, maka dalam hal ini dapat kita kemukakan hal-hal berikut a. Manusia mempunyai keingianan akan bahagia sempurna. b. Keinginan ini ialah sifat bawaan yang berasal dari kodrat manusia sendiri. c. Keinginan semacam ini harus ditanamkan dalam hati sanubari manusia oleh Tuhan, pencipta-Nya segala makhluk, kalau tidak demikian mungkin diterangkan. d. Sifat bawaan sedemikian tapi dimaksudkan Tuhan untuk mencapai kesempurmaan yang sesuai dengan manusia. Bukan Tuhan sesungguhnya jujur, bijaksana, dan baik. Oleh sebab itu harus ada sesuatu, apapun juga yang dapat dicapai dan akan dapat dicapai dan akan dapat memenuhi keingianan akan kebahagiaan sempurna. e. Memenuhi keingian itu bersama-sama dengan mencapai tujuan akhir. Bukanlah kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan, kepuasan lengkap segala keinginan? Sebab-sebab itu akan nada keinginan untuk sesuatu yang lain. Ibid. Hlm. 7. 96 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 Dengan gambaran diatas maka dapatlah dikatakan setiap manusia mempunyai keinginan akan kebahagiaan, tetapi keinginan itu merupakan bawaan kodratnya manusia yang ditemukan dalam hati sanubari oleh Tuhan sebagai penciptanya. Sifat bawaan demikian itu dimaksudkan supaya dapat mencapai kebahagiaan, sedang kebahagiaan sendiri sudah meliputi segala keinginan yang diharapkan, oleh sebab itu tidak ada kemungkianan lain untuk sesuatu itu. Maka kebahagiaan selalu berhubungan dengan kehidupan manusia yang bersifat perorangan/subjektif. Kalau kita melihat segala sesuatu secara hakiki maka akan dapatkan sesuatu, hal itu dalam pengertiannya yang bersifat umum, sehingga dapat berlaku oleh banyak orang. Tentu saja dalam hal ini mempunyai unsur-unsur kesamaan dalam mencapai kebahagiaan. Oleh kerena itu kebahagiaan itu dapat dikatakan kebahagiaan yang bersifat objektif. Bagaimana halnya yang disebut dengan kebahagiaan yang objektif. Untuk menjawab hak itu makan akan kita berikan secara singkat. Untuk jelasnya kita berikan contoh, baik yang bersifat subjektif maupun bersifat objektif sehingga akan Nampak jelas perbedaannya. Bila si A merasa dirinya bahagia. Kebahagiaan si A tidak dapat dirasakan oleh si B, tetapi jika si A tidak berhasil dalam mencapai golongan kesarjanaan, maka si A merasa sedih, kesedihan si A tidak dapat dirasakan oleh si B. demikian itu dinamakan kebahagiaan sujektif. Tetapi kalau si A berhasil memperbaiki jalan yang telah rusak, maka si A merasa kebahagian karena dapat lewat dengan lacar. Kebahagiaan si A dapat dirasakan oleh si B karena si B dapat juga lewat jalan tersebut dengan lancar. Tetapi kalau jalan itu dibiarkan rusak sehingga si A pada waktu melawati merasa sedih, kesediahan itu juga dirasakan oleh si B pada waktunya melewati jalan tersebut. Demikian itu dinamakan kebahagiaan objektif. Kebahagiaan subjektif dalam ruang lingkupnya lebih sempit dibanding dengan kebahagiaa objektif. Kabahagiaan subjektif hanya menyangkut individu tetapi kebahagiaan objektif menyangkut manusia sebagai individu dan sebagai kelompok. Untuk mencapaikan lebih lanjut tentang kebahagiaan objektif akan kita berikan dua aliran yang sekiranya dapat memberikan keterangan secara singkat. Hedonisme. Dalam aliran ini menganggap bahwa manusia menurut kodratnya selalu berusaha untuk memperoleh kesenangan. Dengan prinsip Wardoyo, Agama dan Manusia 97 kesenangan itu maka dianggap merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu manusia menurut kodratnya selalu ingin menghindari penderitaan dan mengganggap kesenangan merupakan suatu yang bernilai. Dengan demikian maka dalam kehidupan sehari-hari maka menganggap bahwa kebahagiaan didasarkan pada kesenangan, sehinga hal ini kebahagiaan didasarkan kesenangan, sehingga dalam hal ini kepuasan jasmani merupakan hal yang intensif dan mendalam di banding dengan kepuasan rohani. Walaupun demikian para penganut aliran ini masih mempunyai pemikiran untuk mencari bagaimana yang seharusnya untuk dapat melihat saat-saat kepuasan yang banyaknya demi untuk kepentingan bersama. 5. Ultitarianisme Dalam aliran ini beraggapan bahwa kegunaan sebagai urusannya. Tetapi kegunaan disini tidak hanya bersifat egoistik saja tapi juga memandang kepentingan kelompok. Sehingga dalam hal ini kepuasan tidak hanya bersifat egoistik tetapi juga melihat kepentingan orang lain, oleh karena itu dalam aliran ini selalu berusaha untuk kepentingan umum. Dengan demikian seseorang harus menolong demi kebahagiaan tertinggi bagi sejumlah orang yang terbanyak, maka dalam hal ini sebagian ukuranya bersifat kualitatif. Karena manusia dalam kehidupannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial. Sedang manusia adalah jumlah dari semua warga negara yang ada dalam suatu negara tertentu kecuali orang asing. Maka manusia merupakan unsur pokok untuk berdirinya manusia, oleh karena itu kehidupan manusia yang mempunyai tujuan hidup yaitu untuk mencapai kebahagiaan, dengan sendiriya kebahagiaan itu juga merupakan tujuan akhir dari kehidupan manusia. Dalam hal ini hanya kita disebut dua aliran yang bersifat objektif yaitu aliran hedonism dan ultitarianisme karena dalam hedonism, kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia, dan kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia serta sebagai salah satu unsur dari kebahagiaan. Sedangkan ultitarianisme, kegunaan merupakan ukuran dari kehidupan manusia baik yang bersifat individu maupun unsur untuk hal yang bersifat objektif. Untuk itukah keduanya yang bersifat objektif. Pentingnya Agama dalam Kehidupan Manusia. Agama artinya kebaikan atau keburukan daripada tindakan manusia. Dalam agama itu dapat bersifat subjektif serta dapat bersifat objektif. Dikatakan bersifat subjektif jika memandang agama itu berhubungan dengan keadaan seseorang, sedang dikatakan bersifat objektif jika memandang 98 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 kesusilaan dalam agama itu tidak berhubungan dengan keadaan seseorang secara kelompok. Kalau kita lihat dari artinya masalah kepribadian dalam kehidupan baik secara individu maupu secara kelompok. Oleh sebab itu kesusilaan dalam agama selalu berkaitan dengan batiniah dan lahiriah manusia dalam keburukan selalu menyangkut masalah kepribadian dalam kehidupan sehari-hari baik secara individu maupun secara kelompok lain sebagai manusia yang ada atau bertempat tinggal dalam suatu negara kecuali orang asing. Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar. Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar. Dengan demikian kesusilan dalam agama tidak hanya selalu berhubungan manusia secara individu tetapi juga manusia sebagai bagian dari masyarakat dan karena manusia hidup berada dalam lingkungan dengan alam, sekaligus kesusilaan itu selalu berhubungan dengan alam. Jadi, dapat dikatakan agama selalu berhubungan dengan segenap realitas yang bersifat empiris. Sehingga dapatlah kita sebut bahwa”Norma agama itu transenden yaitu bahwa kesusilaan itu mengatasi tidak hanya menusia perseorangan saja, melainkan manusia sebagai manusia dan dunia manusia. Jadi segenap realitas empiris.” Ibid. Hlm. 43. Wardoyo, Agama dan Manusia 99 Dengan hal itu dapatlah kita memperoleh gambaran bahwa untuk menggunakan patokan agama atau kesusilaan dalam kehidupan manusia, maka dapat kita simpulkan beberapa hal yang dapat menentukan dalam perbuatan agama, yaitu perbuatan sendiri, alasan-alasan atau normatif dan keadaan-keadaan. Dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat dalam kaitannya dengan kehidupan manusianya dalam kehidupan masyarakat. Untuk unsur perbuatan sendiri adalah tindakan seseorang yang didasarkan atas keputusan hati nurani atau atas kehendak sendiri, tetapi dilihat dari segi baik atau buruk perbuatan itu. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia dapat diambil intinya bahwa yang dikatakan perbuatan sendiri adalah tindakan daripada manusia dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada kepribadian manusia itu sendiri atau hati nurani manusia itu sendiri, yang dilihat dari segi baik buruknya. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia jika akan melakukan suatu tindakan yang baik tentu saja harus didasarkan pada hati nurani atau kepribadian manusia itu sendiri. Untuk unsur alasan-alasan atau normatif yang dimaksudkan adalah jika seseorang melakukan suatu tindakan harus didasarkan alasan/motif dari apa yang dikehendaki baik bersifat individu maupun bersifat sosial demi untuk kepentingan manusia. Tentu saja yang dikehendaki itu mempunyai dorongan, alasan/motif, sehingga dengan dorongan, alasan/motif itu akan dapat menimbulkan suatu nilai agama yang lebih baik. Sehingga dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, maka manusia dapat mengambil inti yang penting dalam kehidupannya. Dalam hal ini yang dapat diambil adalah jika manusia dalam melakukan yang didasarkan atas kehendak dari manusia itu sendiri yang juga melihat dari manusia itu sendiri dari dalam hati nurani maupun dari luar hati nurani baik yang berasal dari semua sesama manusia maupun dari dalam kadang-kadang dapat menimbulkan nilai-nilai kesusilan agama yang lebih tinggi. Untuk unsur keadaan-keadaan yang dimaksud adalah tindakan menusia yang didasari sesuatu gejala-gejala tambahan yang selalu berhubungan dengan tindakan manusia itu. Misalnya dengan alat-alat apa tindakan itu dapat menambah dan kadang-kadang dapat mengurangi nilai-nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat jika manusia melakukan suatu tindakan yang didasarkan unsur-unsur di atas yaitu perbuatan sendiri dan motif/alasan masih dapat didasarkan lagi pada gejala-gejala tambahan sekitarnya dapat diterima oleh kepribadian nilai-nilai agama dalam tindakan manusia itu. 100 Al-A’raf Vol. XI, No. 1, Januari – Juni 2014 Kehidupan manusia tertentu saja tidak lepas dari perbuatan-perbuatan baik itu untuk kepentingan dari sendiri maupun untuk kepentingan manusia bersama, maka sebaikannya harus didasarkan pada ketiga unsur yakni hati nurani, alasan-alasan serta harus melihat situasi dan kondisi atau keadaannya. Dengan ketiga unsur itu sesuatu tindakan/perbuatan kadang-kadang dapat menambah nilai-nilai kesusilaan agama yang lebih tinggi, walaupun ada kemungkinan dapat mengurangi nilai kesusilaan agama ke taraf yang lebih rendah, tetapi hak itu kemungkinan kecil saja. BIBLIOGRAFI Van Peursen Terj. Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat. Jakarta 1985. David Troueblood. Terj. HM Rasjidi. Filsafat Agama. Jakarta Bulan Bintang. 1965. Emile Durkheim Terj Inyiak Ridwan Muzir. Sejarah Agama. Yogyakarta Ircisod. 2006. Hitti, Philip K. History of the Arab. London. The Macmillan Press ltd. 1974. Hm Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta PT Golden Terayon Press. 1990. Hyman, Arthur. Philosophy in the Middle Ages. New work Haaper and Row. 1967. Poedjwijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat PT Bina Aksara. 1986. Jurji, Erward J. History of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library tt. 1986. Koentjaraningrat, Pengantar Antroologi, yogyakata 1962 Manrer, Armand. 1990. A History of Philosophical System. New work Published tt. Sutrisno Hudoyo, Achmad, Etika Filsafat Praktis, Yogyakarta, 1980. Thopson, James Wesfal. An Introduction to Medieval Europe. New Work Norton & Coy. 1937. Vos H ,De. Pengantar Etika, Diterjemahkan oleh Moortono, William K., Foankena, Ethich, New Jersey, Prentico Hll. Inc.,1973 Zainal Abidin Ahmad. Negara Utama. Jakarta Jembatan. 1975. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan FilsafatC A Van PeursenDick Van Peursen Terj. Dick Hartoko. Orientasi di Alam Filsafat Sebuah Pengantar dalam Permasalahan Filsafat. Jakarta of the Arab. London. The Macmillan Press ltdPhilip K HittiHitti, Philip K. History of the Arab. London. The Macmillan Press ltd. Misteri Ajaran Agama-Agama BesarHm ArifinHm Arifin. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta PT Golden Terayon Press. Kearah Alam Filsafat PT Bina AksaraI R Poedjwijatna. Pembimbing Kearah Alam Filsafat PT Bina Aksara. of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library ttErward J JurjiJurji, Erward J. History of Philosophical System. New work. The Phisopicaal Library tt. History of Philosophical SystemArmand ManrerManrer, Armand. 1990. A History of Philosophical System. New work Published tt.
Demokrasimerupakan kebutuhan manusia, memiliki indikator yang bisa diukur dan pertanggungjawabannya hanya pada manusia, sementara Islam merupakan doktrin, hanya dapat diukur Laiqrah fi’dhin (tidak ada pemaksaan dalam agama) atau Lakum dienukum waliyadien (bagimu agamamu, bagiku agamaku), BAB I PENDAHULUAN Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Tuhan. Dimana manusia tersebut mempunyai dua fungsi yaitu individu dan sosial. Dalam fungsinya sebagai makhluk individu, manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kebahagiaan, dan sebagainya, sedangkan secara sosial manusia memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi dengan masyarakat. Manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari sesuatu yang mampu menjawab segala pertanyaan yang ada dibenaknya. Segala keingintahuan itu akan menjadikan manusia gelisah dan kemudian mencari pelampiasan dengan timbulnya tindakan irrasionalitas. Munculnya pemujaan terhadap benda-benda merupakan bukti adanya keingintahuan manusia yang diliputi oleh rasa takut terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya. Rasa takut tersebut menjadikan manusia beragama. Manusia diberi akal dan fikiran untuk bertindak sesuai dengan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku sesuai dengan kehendaknya, lingkungan, dan ajaran agama yang dianutnya. Oleh karena itu, nilai-nilai memberikan arah dan makna bagi manusia dalam bertindak. Dengan adanya agama, manusia diberi pemahaman terhadap adanya kepercayaan-kepercayaan yang akan membuka cakrawala berfikir oleh para pemeluknya sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi tingkah lakunya pula. Bagaimanakah doktrin-doktrin agama mempengaruhi pola berfikir dan pola berperilaku manusia dalam perspektif Max Weber ? Untuk mengetahui doktrin-doktrin agama dalam mempengaruhi pola berfikir dan pola berperilaku manusia dalam perspektif Max Weber. BAB II ISI Istilah Dogma atau Doktrin Agama Doktrin adalah kepercayaan yang dipegang oleh sebuah institusi. Doktrin agama berarti kepercayaan yang dipegang oleh sebuah agama. Doktrin keagamaan, yang dipikirkan secara matang didasarkan pada bukti-bukti selain doktrin itu sendiri dan akhirnya kepada iman. Doktrin banyak ditemukan dalam banyak agama, dimana mereka dianggap sebagai prinsip utama yag harus dijunjung oleh semua umat agama tersebut. Istilah doktrin diberikan kepada ajaran-ajaran teologi yang dianggap telah terbukti baik, sedemikian rupa hingga usul batahan atau revisinya berarti bahwa orang itu tidak lagi menerima agama tersebut sebagai agamanya sendiri, atau ia mengalami keraguan-keraguan pribadi. Lebih rinci, doktrin mampu diistilahkan sebagai suatu bentuk tindakan yang mengharuskan atau memaksakan bahwa suatu kasus harus diyakini dan dibenarkan seperti apa yang disampaikan. Doktrin agama dalam perspektif sosiologi lebih menekankan pada unsur pengaruh yang ditimbulkan oleh doktrin-doktrin keagamaan dalam merekonstruksi perilaku sosial yang ada di masyarakat. Bagaimana dengan pemahaman dan kepercayaan-kepercayaan yang ditujukan kepada pemeluknya tersebut dapat mempengaruhi pola berfikir dan pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Konsep Rasionalisasi Max Weber Pada esensinya, sosiologi agama Weber bercirikan rasionalisasi yang progresif khas masyarakat Barat. Artinya Ø Sistematisasi yang mungkin tumbuh dari ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan. Contoh dulu di Eropa segala macam dewa untuk segala benda. Sistematisasi sekarang monoteisme[1]. Ø Pertumbuhan rasionalitas yang etis dan kemunduran yang progresif dari unsur-unsur magis. Ø Weber adalah seorang pemikir evolusionis, karena dia memberikan perhatian kepada hancurnya kebudayaan Eropa yang tradisional kemudian munculnya sains modern dan kapitalisme modern yang berhubungan dengan industri kemudian kepada makin tumbuhnya birokrasi dan kepada sentralisasi politik. Ø Weber menolak definisi agama. Dia mengatakan bahwa agama merupakan kepercayaan mengenai yang gaib dan agama merupakan kepercayaan universal karena terdapat disetiap masyarakat. Doktrin-Doktrin Agama Dalam Hubungannya Dengan Perspekif Max Weber Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme Weber mengadakan penelitian mengenai peranan agama dan mengenai pengaruh agama atas etika ekonomi. Weber melihat reformasi Protestan menyebabkan perusahaan ekonomi yang merupakan gejala unik didalam sejarah manusia. Dikatakan unik karena tenaga pendorongnya adalah karena jiwa pengabdian dan tanggung jawab atas pekerjaannya. Menurutnya, pengikut aliran protestan mempunyai suatu etika kerja yang luar biasa, sehingga Weber mendalilkan adanya suatu hubungan antara etika Protestan dengan jiwa kapitalisme. Etika Protestan tumbuh subur di Eropa yang dikembangkan seseorang yang bernama Calvin. Penganut kaum protestan itu disebut sebagai Protestan Calvinisme[2] yang pada saat itu muncul ajaran yang menyatakan “ seseorang pada intinya sudah ditakdirkan untuk masuk surga atau neraka, untuk mengetahui apakah ia masuk surga atau neraka dapat diukur melalui keberhasilan kerjanya didunia. Jika seseorang berhasil dalam kerjanya sukses maka hampir dapat dipastikan menjadi penghuni surga, namun kalau didunia selalu mengalami kegagalan maka dapat diperkirakan seseorang itu ditakdirkan untuk masuk neraka”. Khas Protestan adalah Kecenderungan kepada pekerjaan sering kali merupakan panggilan beruf = calling, yaitu pekerjaan itu merupakan tugas yang diciptakan Tuhan. Jadi, karena pekerjaan merupakan panggilan Tuhan, pekerjaan itu mesti dilaksanakan secara etis. Golongan Protestan terkenal sebagai pedagang yang jujur dalam transaksi mereka. Jujur merupakan kualitas yang tinggi.[3] Weber tertarik dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada orang-orang yang menyetujuinya. Weber meramalkan bahwasannya dengan doktrin-doktrin yang mengatasnamakan Tuhan, pada akhirnya akan menimbulkan pola fikir dimana konsekuensinya dapat berupa diantaranya - mereka berada di dalam aktivitas yang tiada henti-hentinya - dalam disiplin peribadi yang kuat - dalam meraih tujuan-tujuan mereka secara metodik - ditambah keyakinan bahwa mereka benar-benar termasuk diantara orang- orang yang dipilih Tuhan untuk diselamatkan. Weber mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai bentuk kebiasaan yang sangat mendukung pengejaran rasionalitas terhadap keuntungan ekonomi. Semangat seperti itu telah menjadi kodrat manusia-manusia rasional, artinya pengejaran bagi kepentingan-kepentingan pribadi diutamakan dari pada memikirkan kepentingan dan kebutuhan kolektif. Namun, berbeda dengan protestan Puritanisme dan Lutheranisme - Puritanisme[4] mereka menganggap perasaan berpuas diri dianggap sebagai dosa besar, mereka adalah kelompok keagamaan yang memperjuangkan “kemurnian” doktrin misalnya, kaum protestan ini menuntut agar kembali kepada ajaran alkitab saja, tanpa terlalu bermegah-megah. Tidak mempergunakan uang itu untuk berpuas diri. - Lutheranisme[5] ajaran khasnya adalah bahwasannya keselamatan manusia hanya diperoleh karena imannya kepada karya anugerah Tuhan, bukan hasil usaha manusia, bukan hasil usaha pekerjaan manusia, sehingga jangan ada orang yang memegahkan diri. Katholik Menurut Weber “Katolik yang lebih menekankan kehidupan kolektif, berorientasi komunitas yang menghasilkan sikap solider. Weber mengutip temuan pakar lain tentang orientasi nilai katolik “Orang Katolik lebih tenang, kurang serakah”. Agama Di India Kajian Sosiologi Pada Agama Hindu Dan Budha. The Religion Of Hindia The Sociology Of Hinduism And Buddhism. Agama Hindu ditentukan oleh sistem kasta jati dan golongan warna. Setiap kasta dari golongan menjadi terkenal karena perbedaannya dari kasta dan golongan lain karena norma-normanya sendiri. Dalam agama hindu tidak terdapat etika yang universal, setiap kasta memiliki Dharma norma moral tersendiri. Suatu segi dari etika Hindu bahwa setiap orang mengikut-sertakan setiap norma dalam setiap pekerjaan. Misalnya Anggota kasta ksatria prajurit tidak pernah memperoleh apa saja didalam bidang etika kalau tidak patuh kepada standar kasta yang lain. Menurut weber - Sistem kasta menggambarkan konfrontasi yang secara terus-menerus antara berbagai cara hidup yang tidak sama. Cara hidup seseorang kadang-kadang lebih berarti cara hidup orang lain. - Bahwa berbagai jalan keselamatan terdapat untuk orang awam dan orang biarawan. Namun keselamatannya berbeda dan mempunyai kesucian pribadi. Misalnya prestasi orang awam tidak pernah dapat dibandingkan dengan prestasi seorang birawan. - Disamping cara hidup yang berbeda, agama Hindu bercirikan massa rakyat dan elit keagamaan. - Dalam agama hindu terdapat etika bahwa dunia adalah ciptaan Tuhan, karena itu orang harus bekerja keras dan bagi diri harus hidup sesederhana mungkin. Kasta tertinggi Brahmana, juga merupakan elit ekonomi. Mereka mencapai posisi ekonomis yang begitu tinggi, karena mereka menerima kompensasi untuk upacara ritual yang mereka laksanakan. Menurut Weber, di India yang berkembang adalah kapitalisme tradisional. Artinya, seorang karyawan pabrik di India memperlihatkan ciri-ciri yang khas kapitalisme tradisional, yaitu karyawan itu ingin menjadi kaya secepat mungkin. Karyawan itu tidak diberi semangat untuk bekerja lebih baik dengan upah yang lebih tinggi. Sikap disiplin dalam artian Eropa Barat adalah konsep yang tidak dikenal oleh agama Hindu. Industrialisasi modern dan kapitalisme modern tidak terdapat atas dasar sistem agama Hindu, karena sistem kasta ini melarang setiap perubahan. Setiap perubahan diancam dengan degredasi ritual pada waktu inkarnasi. Menurut weber, soal dasar struktur kasta ialah bahwa anggota kasta yang halus dan anggota kasta yang kasar tidak dapat saling menyentuh. Karena itu mereka tidak dapat bekerja sama. Menurut weber, sistem kasta Hindu menentang setiap bentuk kerja sama. Menurut Weber, tidak pernah menjadi dasar kapitalisme modern karena empat alasan a. Melarikan diri dari dunia. b. Agama Budha memiliki dua sistem etika yaitu, etika untuk orag awam dan sistem etika untuk para biarawan. c. Agama Budha tidak mempunyai etika tenaga ahli dengan panggilan calling = beruf. d. Agama Budha tidak mengenal asketisme yang rasional, yaitu yang dengan sengaja melayani Tuhan. Karena empat alasan tersebut, maka agama Budha tidak pernah menjadi dasar kapitalisme modern. Sedikit membahas mengenai agama Jaina Jainisme Ketertarikan Weber kepada Jainisme[6] karena Jainisme berasal dari lingkungan pedagang-pedagang. Pedagang Jainisme terkenal karena kejujuran mereka. Penganutnya terkenal sebagai orang yang kaya sekali. Menurutnya, Jainisme bukan saja menghubungkan kekayaan dengan kejujuran, tetapi juga menghubungkan dengan cara hidup mereka yang sistematis. Penganut Jainisme ini menjauhkan diri dari zat yang memabukkan, tidak makan daging, tidak minum madu, tidak berzina, tidak melibatkan diri dalam praktik yang tidak bermoral dan menghindari rasa harga diri. mereka mirip dengan Protestan Puritan. Namun, kapitalisme tidak terdapat pada Jainisme karena masih terdapat pembatasan ritual, mereka dilarang masuk industri. Menurut pandangan Weber, kapitalisme yang dianut mereka adalah kapitalisme kuno. The Religion of China Confucianism Taoism Menurut Weber, Cina dilambangkan oleh etika yang dualis yaitu - Suatu sistem etik untuk rakyat. Etika itu disebut Taoisme yang berarti sistem etika yang khas rakyat Cina. Ajaran pokok Taoisme adalah bahwa ada satu cara atau jalan alami yang dapat juga diikuti oleh manusia, asalkan dia membatasi ketamakannya untuk diri sendiri, persaingan dan sikap permusuhannya. Dia dapat melaksanakan sebaik-baiknya dengan cara meninggalkan semua kegiatan yang mendatangkan godaan-godaan ini, bukan dengan menilainya sebagai bagian dari jalan yang dapat memenuhi kehendak Tuhan. Jadi, godaan, menjauhkan diri dari politik, kemandirian, bukan ketamakan, sebagai tujuan ekonomik, bersumber dari pandangan Taoisme. Penghalang bagi kaum kapitalisme ini, diperkuat dengan kecenderungan untuk kembali kepada magi sihir yang menurut weber itu dibenarkan dan bahkan didorong oleh Taoisme. Etika elit[7] ini disebut Konfusianisme. Adapun pemikiran terpeting Kofusius adalah penekanan pada identifikasi etika dengan politik. Berdasarkan pemikiran ini, konfusius berpedapat bahwa ilmu pemerintahan pertama-tama merupakan pertanggung-jawaban yang sarat moral. Jadi sistem konfusianisme merupakan sistem elit yang memerintah Cina. Untuk menjadi anggota elite, seseorang harus membuktikan bahwa dia telah memperdalam dan lulus karya-karya klasik. Dalam mendalami karya-karya klasik itu seseorang Konfusius, menanamkan kapitalnya dalam pendidikan, penambahan kekuatan karir. Mereka menggunakan kekayaannya tidak untuk mendapatkan keuntungan, tetapi untuk mencapat status, yaitu cara hidup yang bermartabat. Ciri lain khas sistem ini adalah kecurigaan kaum Konfusianis bahwa setiap pegawai elit saling mencurigai. Kejujuran tidak terdapat didalamnya. Menurut Weber, kecurigaan itu mencampurkan semua transaksi yang ekonomis dengan unsur-unsur yang irasional. Kesimpulan Weber dalam hal ini adalah bahwa Etika Konfusianisme bersifat skeptis sekali terhadap magi, sebaliknya dari Taoisme yang menjadi kebanyakan rakyat Cina sangat percaya kepada perbuatan-perbuatan magi. Jadi, Weber mengambil konklusi bahwa “Terdapat pemisahan antara agama-agama di India dan agama-agama di China terdapat pemisahan antara raja dan agama rakyat. Karena itu terdapat sistem etika yang berbeda dalam masyarakat”.[8] The Religion Of Islam - menganjurkan manusia untuk bekerja keras. - ayat yang menerankan bahwa apabila kamu telah selesai dengan satu urusan segeralah bekerja untuk urusan yang lain karena ada kebaikan dibaliknya. - Beribadahlah seakan kamu mati besok dan bekerjalah seolah-olah akan hidup selamanya. - Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali mengubahnya sendiri. - dalam sebuah ayat disebutkan bahwa setelah menyelesaikan ibadah shalat, diperintahkan untuk bertebaran dimuka bumi ini dalam ranka mencari karunia Allah. Namun mekanisme penyeimbangan yang digunakan untuk membatasii kepemilikan pribadi dengan kewajiban membayar zakat, infaq, dan sedekah. Oleh sebab itu, kapitalis tidak dikenal dalam islam dan tidak mendewakannya pula. Karena dalam islam, setiap pekerjaan yang dilakukan adalah untuk mengharap ridho Allah semata. Karisma adalah gejala sosial yang terdapat pada waktu kebutuhan kuat muncul terhadap legitimasi otoritas. Weber menekankan bahwa yang menentukan kebenaran karisma adalah pengakuan pengikutnya. “Weber memandang karismatik sebagai salah satu dari tiga landasan kekuasaan yang dimiliki seorang terhadap orang lain di bidang politik, militer, agama dan intelektual. Kekuasaan karismatik ditemukan dalam pribadi yang penuh kreatif, inovatif yang diakui oleh pengikut atau orang yang ditundukkan”. Pemimpin karismatik mengembangkan gaya tindakan dan ciri kepribadian unik yang membantu memperkuat citra mereka sebagai utusan Tuhan, jelmaan nabi, pertanda sejarah, pemimpin rakyat, dan sebagainya. “Mereka mengambil jarak dari pengikut dan melakukan tindakan luar biasa untuk membuktikan kekuatan khusus mereka. Mereka sangat dogmatis, sangat fanatic dan tidak menolelir kritik. Sehingga menimbulkan fenomena Think and thank menanamkan keyakinan tentang betapa sangat berkuasa, bijaksana, dan adilnya pemimpin itu”.[9] Mereka mengambil jarak dari pengikut dan melakukan tindakan luar biasa untuk membuktikan kekuatan khusus mereka. Mereka sangat dogmatis, sangat fanatik dan tidak menolelir kritik. BAB III PENUTUP Kesimpulan ü Doktrin agama dalam perspektif sosiologi lebih menekankan pada unsur pengaruh yang ditimbulkan oleh doktrin-doktrin keagamaan dalam merekonstruksi perilaku sosial yang ada di masyarakat. ü Weber menolak definisi agama. Dia mengatakan bahwa agama merupakan kepercayaan mengenai yang gaib dan agama merupakan kepercayaan universal karena terdapat disetiap masyarakat salah satu konsep rasionalisasi. ü Doktrin-Doktrin Agama Dalam Hubungannya Dengan Perilaku Ekonomi Masyarakat, kajian Weber mengenai Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme Calvinisme, Lutheranisme juga mengenai etika Katholik, agama di India Hindu dan Budha, agama di Cina Confucianism Taoism, dan sedikit membahas mengenai doktrin-doktrin dalam agama Islam. ü Karisma adalah gejala sosial yang terdapat pada waktu kebutuhan kuat muncul terhadap legitimasi otoritas. Pemimpin karismatik mengembangkan gaya tindakan dan ciri kepribadian unik yang membantu memperkuat citra mereka sebagai utusan Tuhan, jelmaan nabi, pertanda sejarah, pemimpin rakyat, dan sebagainya. Saran Setiap pemeluk agama tentu menganggap bahwa agama yang dianutnya adalah benar sehingga setiap doktrin yang disampaikan diikuti dengan penuh rasa tanggung jawab. Dalam kaitannya dengan ekonomi masyarakat, diharapkan jangan sampai oleh karena adanya doktrin-doktrin tersebut membawa masyarakat menjadi tamak terhadap perekonomian karena terlalu mengejar-ngejar duniawi sehingga ditakutkan akan membawa manusia kedalam individualisme, hanya mementingkan peran personal dan tidak mementingkan peran sosial. DAFTAR PUSTAKA Scharf Betty R. 2004. Sosiologi Agama Edisi Kedua. Jakarta Kencana. Abdullah Syamsuddin. 1997. Agama Dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama. Jakarta Logos Wacana Ilmu. Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta Prenada. [1] Monoeisme adalah kepercayaan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa. [2] Protestan Calvinisme merupakan suatu faham yang dikembangkan oleh seseorang yang bernama “Calvin”. [3] Max Weber, The Protestan Ethic and the Spirit of Capitalism, 1904. [4] Puritanisme adalah suatu faham kepercayaan yang di anut kaum puritan yang berasal dari Inggris pada abad ke 16-17 [5] Luheranisme adalah suatu faham kepercayaan yang di anut oleh kaum Lutheran [6] Jainisme merupakan sebuah agama Dharma dan Jaina bermakna penakhlukkan. [7] Elite yaitu orang-orang yang terbaik atau pilihan disuatu kelompok. [8] Syamsuddin Abdullah, Agama dan Masyarakat Pendekatan Sosiologi Agama, ibid.,hlm. 38. [9] Piotr Szompka, Sosiologi Perubahan Sosial, ibid., hlm. 318. Theholy Quran sering menyebut kata hikmah, yang berarti kebijaksanaa. Banyak yang kemudian menafsirkannya sebagai pembenaran filsafat. Tetap tidak mengapa jika anda antipati, tetapi setidaknya anda harus meliriknya, juga rekan-rekan ilmu kritis lainnya semisal teologi, mycsticisme, pluralisme Agama (wahdat al adyaan), dan ilmu-ilmu sosial lainnya, yang Tolong nilai artikel ini di akhir tulisan. FOLLOW untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan Follow Us Judul Psikologi Agama Sebuah Pengantar Penulis Jalaluddin Rakhmat Penerbit Mizan Bandung Cetakan Agustus 2003 Tebal Xvii+247 Halaman Harga Rp Beberapa dekade lalu, wacana seputar agama pernah diperdebatkan dalam kaitannya dengan ilmu-pengetahuan. Kebanyakan pemikir modern melihat, pada kenyataanya agama merupakan sekumpulan doktrin yang dilegitimasi oleh “prasangka-prasangka” manusia di luar rasionalitas. Sementara, ilmu pengetahuan yang nota bene mengedepankan rasionalitas sangat keras menolak doktrin. Dikotomi ini pada perkembangan selanjutnya juga berimplikasi pada pemahaman bahwa masyarakat yang telah memasuki gerbang rasionalitas akan berkurang keyakinannya terhadap agama, terutama agama formal yang terinstitusi institutionalized religion. Semakin rasional seseorang, semakin menjauh dia dari ritual agama. Sebaliknya, manusia yang kurang tersentuh rasionalitas, dengan sendirinya akan kuat menyakini ajaran agama. Fakta sosiologis banyak mendukung pemahaman demikian. Dalam masyarakat modern –seperti di negara-negara Eropa dan Amerika– banyak orang yang tidak lagi mengindahkan agama. Sementara itu, di banyak negara berkembang yang transformasi ilmu pengetahuannya masih lamban, masyarakatnya masih sangat kuat meyakini ajaran agamanya. Namun kenyataan tersebut hanya ada persepsi sosiologis. Di luar itu, ada sejumlah fenomena yang tidak sepenuhnya berada dalam persepsi demikian. Sebagai contoh, sekarang kita banyak menemukan masyarakat yang hidup dalam situasi modern, percaya akan rasionalitas, namun tetap memegang ajaran agamanya secara kuat. Lebih dari itu, di negara-negara yang sudah maju, banyak juga ditemukan gejala lari ke agama dalam bentuk-betuk lain seperti sekte-sekte. Inilah beberapa fenomena yang tidak terbantahkan. Kenyataan yang demikian setidaknya disebabkan oleh berbagai macam hal. Salah satunya karena modernitas sendiri tidak selalu memberi perbaikan bagi kondisi umat manusia. Modernitas tak mampu mengatasi berbagai problem dan misteri kehidupan yang menerpa manusia. Bahkan, modernitas sebagai bagian dari proyek kemajuan rasionalitas, nyatanya hanya memberikan konstribusi positif bagi kelas yang dominan. Mereka-mereka yang terpinggirkan mengalami marginalisasi atau keterasingan dari kemajuan zaman. Situasi inilah yang membuat mereka tergerak untuk menemukan alternatif atau pegangan, karena modernitas bukan lagi rumah yang damai untuk kehidupan. Agama sebagai salah satu ajaran yang memberi tuntunan hidup ternyata banyak dijadikan pilihan. Hanya saja, mengapa agama menjadi pilihan sebagian orang dalam zaman yang serba canggih ini? Kenapa mereka tidak memilih ideologi yang nota bene lahir dari rahim modernitas? Ada indikasi kuat bahwa di dalam agama terdapat banyak nilai yang bisa dimanfaatkan manusia ketimbang ideologi. Ini disebabkan karena ideologi, hanya membuka diri pada hal-hal yang sifatnya rasional. Dan itu justru membatasi berbagai kepentingan manusia. Sementara agama dengan keleluasaannya memberi banyak ruang. Orang bisa beragama dengan memasukkan banyak rasionalitas, sebagaimana pengalaman para pemikir-pemikir keagamaan yang hidup dalam dunia akademik. Sebaliknya, orang juga bisa dengan leluasa memeluk agama dan merasakan nilai-nilai positifnya tanpa harus capek-capek menggunakan potensi akalnya untuk berpikir. Bagi mereka yang termarginalisasi atau bahkan hidupnya dimanja oleh modernitas, agama juga tetap memberik tempat. Agama memberi tempat bagi semua. Di atas keterbukaan inilah agama seringkali menjadi fenomena yang cukup unik dalam masyarakat. Di dalam dimensi-dimensi agama, terdapat banyak varian yang cukup sulit untuk digeneralisasi oleh paradigma sosiologi. Jalaluddin Rakhmat, dalam buku ini melukiskan secara metaforis “Agama adalah kenyataan terdekat sekaligus misteri terjauh. Begitu dekat, karena ia senantiasa hadir dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di rumah, kantor, media, pasar, dan di mana saja. Begitu misterius, karena ia sering tampil dengan wajah yang sering tampak berlawanan memotivasi kekerasan tanpa belas kasihan, atau pengabdian tanpa batas; mengilhami pencarian ilmu yang tertinggi, atau menyuburkan takhayul dan superstisi; menciptakan gerakan paling kolosal atau menyingkap misteri ruhani yang paling personal; memekikkan perang paling keji atau menebarkan kedamaian paling hakiki.” hlm. 1. Agama adalah juga fenomena sosial. Agama juga tak hanya ritual, menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya belaka, tapi juga fenomena di luar kategori pengetahuan akademis. Sebagian manusia mempercayai agama, namun tidak pernah melakukan ritual. Yang lain mengaku tidak beragama, namun percaya sepenuhnya terhadap Tuhannya. Di luar itu semua, kita sering menyaksikan, dalam kondisi tertentu –semisal kesulitan hidup atau tertimpa musibah– manusia cenderung berlari kepada agama. Sebaliknya, pada saat dirinya hidup dalam kondisi normal, mereka seringkali tidak peduli terhadap agama, bahkan mengingkari eksistensi Tuhannya. Berangkat dari fenomena demikian, psikologi agama merupakan salah satu cara bagaimana melihat praktek-praktek keagamaan. Dengan paradigma psikologi, Jalal mencoba mengatasi kebuntuan analisis seputar fenomena keagamaan yang sangat beragam seperti dewasa ini. Psikologi yang dimaksudkan buku ini tentu tidak melihat agama sebagai sebuah fenomena langit yang sakral dan transenden. Sebuah lahan garapan teologi. Yang ingin dilakukan Jalal adalah membaca keberagamaan sebagai fenomena yang sepenuhnya manusiawi. Ia menukik ke dalam proses-proses kejiwaan yang mempengaruhi perilaku kita dalam beragama, membuka “topeng-topeng” kita, dan menjawab pertanyaan yang berbunyi “mengapa”. Psikologi, karena itu, memandang agama sebagai perilaku manusiawi yang melibatkan siapa saja dan di mana saja hlm. 248. Sebagai gejala psikologi, agama rupanya cukup memberi pengertian tentang perlu atau tidaknya manusia beragama. Bahkan bila dicermati lebih jauh, ketika agama betul-betul tak sanggup lagi memberi pedoman bagi masa depan kehidupan manusia, kita bisa saja terinspirasi untuk menciptakan agama baru, atau setidaknya melakukan berbagai eksperimen baru sebagai jalan keluar dari berbagai problem yang menghimpit kehidupan. Buku ini layak dibaca. Selain kita akan diperkaya oleh landasan-landasan pemikir besar dunia, kita juga akan diarahkan untuk tidak bersikap hitam-putih dalam melihat praktek-praktek keagamaan maupun ajaran agama itu sendiri. Selamat membaca! LIKE untuk mengikuti artikel-artikel mencerahkan MakalahKebutuhan Manusia Terhadap Agama. Type: jpg; Dimension: 1024 x 768; Source: id.scribd.com; Save Images Detail image for Makalah Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. You can save this image to your PC or other Gadget for free.
Abstract Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan minta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Ini dialami oleh setiap manusia. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Tuhannya. Untuk itu manusia diperintahkan mengagungkan dan mensucikan-Nya.
mengetahuidan memahami, kebutuhan akan estetika dan kebutuhan akan transenden. Adapun hirarki kebutuhan bertingkat selengkapnya adalah sebagai berikut : Gambar 1. Piramida Kebutuhan Bertingkat Manusia Menurut Maslow Sumber : www. google.com, April 2014 a. Kebutuhan yang bersifat fisiologis (physiological needs)
0% found this document useful 0 votes2K views6 pagesOriginal Titlemanusia dan kebutuhan doktrin agamaCopyright© Attribution Non-Commercial BY-NCAvailable FormatsPPT, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes2K views6 pagesManusia Dan Kebutuhan Doktrin AgamaOriginal Titlemanusia dan kebutuhan doktrin agamaJump to Page You are on page 1of 6 You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
B Kebutuhan Manusia Terhadap Agama. Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan di luar dirinya. Dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Manusia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan tersebut.
RESUME METODOLOGI STUDI ISLAM MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA,FUNGSI AGAMA DAN RASA INGIN TAHU MANUSIA TENTANG SEGALA SESUATU YANG ADA OLEH ABDUSSALAM FAKULTAS SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH INSTITUT AGMA ISLAM HAMZANWADI PANCOR TAHUN 2013 MANUSIA DAN KEBUTUHAN DOKTRIN AGAMA KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA,FUNGSI AGAMA DAN RASA INGIN TAHU MANUSIA TENTANG SEGALA SESUATU YANG ADA A. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA Secara naluri, manusia mengakui kekuatan dalam kehidupan ini di luar dirinya. Ini dapat dilihat ketika manusia mengalami kesulitan hidup, musibah, dan berbagai bencana. Ia mengeluh dan meminta pertolongan kepada sesuatu yang serba maha, yang dapat membebaskannya dari keadaan itu. Naluriah ini membuktikan bahwa manusia perlu beragama dan membutuhkan Sang Khaliknya. Dari sini dapat dinyatakan bahwa setiap umat yang ada di atas permukaan bumi, yaitu sejak manusia itu hidup tidak bisa lepas dari akidah dan agama. Demikianlah sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Artinya “Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan”. Fathir 24 Yang dimaksud dengan kebenaran di sini ialah agama tauhid dan hukum-hukumnya. Yang dimaksud dengan pemberi peringatan adalah seorang nabi, rasul, atau seorang yang alim yang mewarisi ilmu-ilmu para nabi. Ia memberi peringatan kepada semua umat tentang akibat kekufurannya kepada Allah, kepada kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, syariat-syariat-Nya, dan mengancam mereka dari bahaya syirik kepada Tuhan, berbuat maksiat kepada-Nya, kepada rasul-rasul-Nya, dan apa yang menyertainya, yaitu penyimpangan perilaku berupa kezhaliman, kejahatan dan kerusakan Pengertian Manusia Manusia adalah makhluk hidup yang berbadan tegak, yang kulitnya tampak tidak tertutup bulu, tampak kulitnya, mempunyai akal, pemikiran, akhlak yang utama emosi yang selalu berubah-ubah, perasaan yang benar, daya nalar yang sehat, serta perkataan yang fasih dan jelas. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina air mani. Dia menciptakan Adam, manusia pertama dari tanah dengan tangan-Nya dan meniupkan roh ciptaan-Nya, lalu darinya Dia ciptakan Istrinya, Hawa. Dia ajarkan kepadanya nama-nama, lalu menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, maka mereka semua bersujud kecuali Iblis yang menolak. Dia melarangnya untuk makan dari satu pohon, lalu dia lupa dan memakannya, maka, dia telah berbuat maksiat dan durhaka karenanya. Lalu dia menerima beberapa kalimat dari Allah dan mengucapkannya, maka Allah menerima taubatnya, kemudian menurunkannya ke bumi sebagai khalifah setelah sebelumnya Dia mempersiapkan bumi itu baginya, dan menyediakan segala apa yang ada di bumi untuk memenuhi kebutuhannya. Itulah manusia dalam keyakinan kita. Dan keyakinan kita tentang manusia ini bersumber dari wahyu langit, yang tidak ada jalan untuk membandingkan, meneliti atau mencari dalil tentangnya, karena hal seperti itu tidak bisa diketahui tanpa berfirman tentang penciptaan Adam, Artinya Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia Adam dari tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Al-Hijr26 Allah juga berfiman tentang penciptaan manusia, Artinya “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati berasal dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh rahim. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”. Al-Mukmin12-14 2. Pengertian Agama Pengertian agama dari segi bahasa antara lain uraian yang diberikan Harun Nasution. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din ﻴن د dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun-temurun. Hal demikian menunjukkan pada salah satu sifat agama, yaitu diwarisi secara turun temurun dari generasi ke generasi lainnya. Selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa agama berarti tuntunan. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai tuntunan bagi kehidupan manusia. Pada umumnya, kata “agama” diartikan tidak kacau, yang secara analitis diuraikan dengan cara memisahkan kata demi kata, yaitu “a” berarti “tidak” dan “gama” berarti “kacau”. Maksudnya orang yang memeluk agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh, hidupnya tidak akan mengalami kekacauan. Adapun kata religi berasal dari bahasa latin. Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegere yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian itu sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dari beberapa definisi tersebut, Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan sehari-hari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat di tangkap oleh pancaindera. Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet K. Nottinghamdalam bukunya Agama dan Masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Selanjutnya karena demikian banyaknya definisi tentang agama yang dikemukakan para ahli, Harun Nasution mengatakan bahwa dapat diberi definisi sebagai berikut 1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus di patuhi; 2. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang menguasai manusia; 3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia; 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulakan cara hidup tertentu; 5. Suatu sistem tingkah laku code of conduct yang berasal dari kekuatan gaib; 6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib; 7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia; 8. Ajaran yang diwariskan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul. Pada semua definisi tersebut di atas, ada satu hal yang menjadi kesepakatan semua, yaitu kepercayaan akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Namun, lepas dari semua definisi yang ada di atas maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para pemikir dunia lainnya, kita meyakini bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Dari sini, kita bisa menyatakan bahwa agama memiliki tiga bagian yang tidak terpisah, yaitu akidah kepercayaan hati, syari’at perintah-perintah dan larangan Tuhan dan akhlak konsep untuk meningkatkan sisi rohani manusia untuk dekat kepada-Nya. Meskipun demikian, tidak bisa kita pungkiri bahwa asas terpenting dari sebuah agama adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang harus disembah. B. FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN Secara terperinci agama memiliki peranan yang bisa dilihat dari beberapa aspek. Diantaranya adalah aspek keagamaan religius, kejiwaan psikologis, kemasyarakatan sosiologis, asal usulnya antropologis dan moral ethics. Dari Aspek Keagamaan Religius Agama menyadarkan manusia, tentang siapa penciptanya. Secara Asal usul Antropologis Agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa, darimana, dan mau kemana manusia. Dari segi Kemasyatakatan Sosiologis Sarana-sarana keagamaan sebagai lambang-lambang masyarakat yang kesakralannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh seluruh anggota masyarakat. Dan fungsinya untuk mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban Kejiwaan Psikologis Agama bisa menenteramkan, menenangkan, dan membahagiakan kehidupan jiwa seseorang. Dan secara Moral Ethics, agama menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk, dan mendorong manusia berperilaku baik akhlaq mahmudah C. RASA INGIN TAHU MANUSIA Human Quest for Knowledge Manusia lahir tanpa mengetahui sesuatu ketika itu yang diketahuinya hanya ”saya tidak tahu”. Tapi kemudian dengan panca indra, akal, dan jiwanya sedikit demi sedikit pengetahuannya bertambah, dengan coba-coba trial and error, pengamatan, pemikiran yang logis dan pengalamannya ia menemukan pengetahuan. Namun demikian keterbatasan panca indra dan akal menjadikan sebagian banyak tanda tanya yang muncul dalam benaknya tidak dapat terjawab. Hal ini dapat mengganggu perasaan dan jiwanya, dan semakin mendesak pertanyaan-pertanyaan tersebut semakin gelisah ia apabila tak terjawab. Hal inilah yang disebut dengan rasa ingin tahu manusia. Manusia membutuhkan informasi yang akan menjadi syaratkebahagiaandirinya.
manusia Sehingga dapat dikatakan bahwa agama dengan doktrin-doktrin merupakan unsur utama yang menguasai setiap manusia. instink keagamaan ini sudah ada dalam jiwa setiap manusia, sehingga mustahil manusia dapat menjalani kehidupannya tanpa adanya kebutuhan akan agama. Ketika kita merujuk kesumber ajaran teologis yang
Manusia dan Kebutuhan Terhadap Agama Pengertian, Fungsi, dan Doktrin Manusia dan kebutuhan Terhadap agamaManusia dan Kebutuhan Terhadap Agama Pengertian, Fungsi, dan Doktrin Manusia dan kebutuhan Terhadap agamaManusia sebagai makhluk hidup mempunyai kebutuhan dalam kehidupan baik itu kebutuhan jasmani maupun rohani. Dan Manusia sangat memerlukan agama sebagai pegangan hidup dan untuk menyadarkan manusia agar mengenal dirinya siapa dia, darimana dia dan mau kemana dia. Adapun doktrin/kepercayaan dalam Agama yaitu Iman kepada Allah Swt, mustahil menemukan zat Allah, Argumen keberadaan Allah, percaya kepada Malaikat, Kitab, dan Rasul-Nya. Agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup. Memberi pandangan dunia kepada manusia. Menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Agama memang menguasai diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Agama membawa kewajiban-kewajiban yang kalau tidak dijalankan oleh seseorang akan menjadi utang baginya. Manusia merupakan ciptaan Allah SWT yang diciptakan dari saripati tanah untuk menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai kemampuan. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk lain mampu mewujudkan segala keingina dan kebutuhannya dengan kekuatanakal yang dimilikinya. Dalam berkehidupan, manusia butuh tuntutan dari agama agar dapat hidup lebih baik. Seperti makhluk-makhluk lainnya, manusia memiliki dua fungsi yaitu individu dan sosial. Dalam fungsi sebagai makhluk individu manusia memiliki hak untuk memenuhi kebutuhan pribadinya, misalnya pendidikan, kesehatan, kebahagiaan dan sebagainya. Sedangkan secara sosial manusia memerankan fungsinya sebagai makhluk sosial yang hidup dan berinteraksi. Agama merupakan suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang memenuhi syarat untuk disebut sebagai agama. Rasa ingin tahu dan rasa takut yang ada dalam diri manusia mendorong rasa tumbuh keagamaan dalam diri manusia. Manusia merasa berhak untuk mengetahui siapa yang menciptakannya dan apa yang mesti ia lakukan di dunia dan akhirat yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah agama. Oleh karena itu, agama sangatlah berperan penting dalam kehidupan manusia. Agama juga merupakan institusi masyarakat dalam bidang kepercayaan dan keyakinan. Pada aspek inilah manusia memiliki tingkat emosional yang tinggi dalam kepemilikannya. Mengingat begitu pentingnya peranan agama dalam kehidupan manusia, maka studi terhadap agama adalah hal yang signifikan. Kekeliruan dalam memahami apa itu agama akan membuat kita kehilangan substansi dai makna agama baik dari dalam islam maupun luar. Selanjutnya kita akan dapat mengklasifikasikan agama sesuai dengan keragaman model keyakinan manusia tersebut. Sementara itu perlu digali sejauh mana manusia memiliki kebutuhan terhadap agama itu sendiri.
MANUSIADAN KEBUTUHAN DOKRIN AGAMA. Secara etilogis,islam berasal dari kata aslama-yuslima-islaman(dari akar kata salima artinya selamat,sentosa).dalam pendapat lain dikatkan bahwa islam berasal darikata assimu dan assamu yang bearti perdamain dan yang berpendapat bahwa islam berasal dari kata assamu yang Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak, sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama. Dan sangat lah dibutuhkannya agama oleh manusia, tidak saja dimasa primitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang, tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah sedemikian lah yang telah membimbing kita kepada moral, prilaku dan cara hidup yang diridhai oleh Allah. Allah telah menjelaskan dalam Al-Qur'an bahwa orang yang patuh kepada agama akan berada di jalan yang benar, sedangkan Al-Qur'an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada mahluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu, kewajiban untuk memahami, dan mengamalkan agama secara benar adalah tuntutan bagi setiap manusia. Baca juga 4 Fungsi Agama bagi Kehidupan Bermasyarakat Khususnya Islam, islam menganjurkan manusia yang memeluk agama islam itu secara menyeluruh tidak setengah-setengah, sehingga dengan kondisi seperti itulah rasa keyakinan kita terhadap agama yang kita anut perlu dimaksimalkan dengan mencari tau sungguh-sungguh, artinya didalam agama islam ada pondasi yang sangat mendasar yaitu pemahaman islam terdapat, konsep bahwa setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah, fitrah dalam hal ini berarti bayi dilahirkan dalam keadaan suci, tidak memiliki dosa apapun. Seseorang yang kembali kepada fitrahnya, mempunyai makna ia mencari kesucian dan keyakinan yang asli, sebagaimana pada saat ia fitrah adalah sesuatu yang netral pada jiwa tidak terikat oleh keinginan dan keperluan duniawi, fitrah hanya punya satu tujuan yaitu selalu ingin kembali kepada Tuhan penciptanya. Sedangkan pendapat Ibnu Katsir dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II. Didalam nya membahas ayat alqur'an tersebut, ibn katsir menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah beragama adalah sesuai dengan fitrah manusia. Sebab itu, orang-orang yang mengingkari agama adalah membohongi hati nuraninya sendiri, hal ini dibuktikan dari banyak peristiwa-peristiwa dimana orang-orang yang katanya anti agama, atau tidak percaya adanya Tuhan, pada saat-saat mereka mengalami kesulitan atau diwaktu mereka hampir mati, barulah mereka menyebut-nyebut nama Tuhan. Ada hadist yang membahas tentang pentingnya agama bagi manusia karena sebagai mahluk yang dianugerahi akal, manusia cenderung mencari hakikat dirinya diatas muka bumi juga Fungsi Agama dan Hubungan dengan Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Saat Pandemi Covid-19Salah satu nya hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari, yaitu sebagai berikut"Dari Az-Zuhri dia berkata; telah menggambarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Abu Hurairah radliallahu'anhu berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda'seorang bayi tidak dilahirkan ke dunia ini melainkan ia berada dalam kesucian fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Masuji sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, apakah kalian merasakan cacat?' BUKHARI 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya .
  • 29hj0lal6h.pages.dev/290
  • 29hj0lal6h.pages.dev/615
  • 29hj0lal6h.pages.dev/647
  • 29hj0lal6h.pages.dev/331
  • 29hj0lal6h.pages.dev/82
  • 29hj0lal6h.pages.dev/100
  • 29hj0lal6h.pages.dev/431
  • 29hj0lal6h.pages.dev/557
  • 29hj0lal6h.pages.dev/513
  • 29hj0lal6h.pages.dev/677
  • 29hj0lal6h.pages.dev/18
  • 29hj0lal6h.pages.dev/922
  • 29hj0lal6h.pages.dev/981
  • 29hj0lal6h.pages.dev/823
  • 29hj0lal6h.pages.dev/975
  • manusia dan kebutuhan doktrin agama